Tidak ada sesuatu yang menandakan krisis pelayanan kepada pelanggan selain ungkapan pembelaan diri. Terutama bila pemasar atau pemilik produk maupun merek bersalah, tetapi tidak mau bersikap jujur di depan pelanggannya.
Hal ini jamak kita temui di lapangan. Tentunya, sebagai pelanggan, kita bakal merasa jengkel dan bisa jadi sakit hati dengan sikap pemilik produk atau merek yang bersikap pongah, tidak jujur, dan membela diri. Berikut adalah ungkapan-ungkapan yang mencerminkan hal terburuk tersebut:
“Ini sudah menjadi kebijakan kami”
Ungkapan di atas mungkin pernah Anda dengar di toko, outlet, maupun di kantor customer service sebuah perusahaan. Ungkapan ini bisa membuat Anda frustrasi karena tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dan masuk akal selain menafsirkannya sebagai pembelaan diri.
Ron Burley, kolumnis Inc.com dan penulis buku Unscrewed: The Consumer’s Guide to Getting What You Paid For”, menyebut ungkapan tersebut tidak ada gunanya. Burley mengatakan ungkapan di atas menjadi “senjata” agar pelanggan lekas menutup percakapan dan kebawelannya. Burley menekankan kebijakan model ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepuasan pelanggan. Seharusnya, kepuasan pelanggan tidak boleh dikorbankan dengan dalih kebijakan perusahaan yang selain abstrak dan tentu mengada-ada.
“Tidak ada ada yang bisa saya kerjakan lagi”
Ungkapan ini merupakan ungkapan keputusaan. Tidak boleh diungkapkan di depan pelanggan kalau memang tidak mau kehilangan mereka. Lebih baik, fokus pada pemecahan masalah dan bukan dengan menggantung masalah dengan alasan yang tidak profesional semacam itu.
“Mohon tunggu sejenak”
Ungkapan ini kelihatan baik, tapi belum tentu demikian. Lebih baik, jujur kepada pelanggan dengan mengatakan sesuatu yang sebenarnya dan spesifik. Misalnya, “baik, saya akan panggilkan supervisor saya. Dia yang akan menerangkannya lebih detail untuk Anda. Hal ini menandakan bahwa Anda jujur kalau tidak tahu dan jangan sampai terkesan sok tahu.
“Anda harus cek di website kami”
Ungkapan ini hanyalah dalih dari ungkapan sebenarnya, yakni “Maaf, saya tidak bisa membantu Anda.” Bayangkan saja, betapa tidak kesal hati kalau pelanggan masih disuruh buka website, sementara dia sudah menunggu di ujung telepon, menulis email, atau bahkan antre di kantor customer service.
“Itu tanggung jawab pabrik/produsen”
Ungkapan di atas cerminan seseorang yang ingin cuci tangan alias tidak mau bertanggung jawab. Ia melempar kesalahan kepada pihak lain, dalam hal ini pabrikan. Ingat bahwa dalam konteks ini pelanggan tidak ada hubungannya dengan pabrikan, tapi hanya dengan Anda. Pelanggan menaruh kepercayaan pada Anda. Kalau Anda melempar tanggung jawab itu pada mitra bisnis, pabrikan, atau yang lain, Anda akan tetap disalahkan pelanggan. Jadi, apa pun masalahnya, Anda yang wajib bertanggung jawab pada pelanggan.
Sumber : the-marketeers
No comments:
Post a Comment