Teknologi terutama yang erat hubungannya dengan informasi dan komunikasi sangat besar dampaknya pada marketing. Yang terlihat sangat nyata adalah pada perilaku konsumen atau Consumer Behaviour.
Pada era televisi, pelanggan berada pada posisi pasif dan siap menerima informasi apa saja dari media massa. Karena itu, para pemasar berlomba-lomba mengirim pesan pada otak pelanggan. Al Ries dan Jack Trout dalam buku klasik “Positioning: The Battle of your Mind” menggambarkan terjadinya perang di otak pelanggan.
Siapa yang punya uang banyak akan punya kesempatan lebih sering juga untuk membombardir benak konsumen. Selain itu, tentu saja, harus ada kreativitas dalam cara menyampaikan pesan dalam bentuk iklan yang menarik. Semua kreativitas disentralkan pada televisi sebagai media utama. Karena inilah yang bisa menyampaikan pesan audio visual.
Iklan media cetak dan radio hanya mengikuti iklan televisi. Begitu juga dengan media lain, seperti brosur, packaging, Point-of Sales, dan sebagainya. Tujuannya, supaya ada sentralisasi pesan tunggal lewat berbagai media untuk mengepung benak pelanggan.
Semua orang dibikin percaya bahwa Lux sama dengan Kecantikan, Volvo sama dengan Keselamatan, dan Marlboro sama dengan Kejantanan. Siapa yang kreatif punya dana banyak dan pintar mengalokasikannya dalam media-mix yang tepat akan menang.
Ketika teknologi CRM atau Customer Relationship Management makin efektif, Consumer Behaviour pun berubah. Pemasar bisa melakukan komunikasi dua arah dengan masing-masing pelanggan. Dari interaksi itulah, diharapkan pemasar bukan hanya bisa mempengaruhi benak konsumen tapi juga apa yang lagi “dirasakan” konsumen. Inilah pergeseran dari mind ke heart. Siapa yang lebih bisa mengambil hati customer akan menang.
Bukan televisi lagi yang ada di sentral, tapi pelangganlah yang menggantikan tempatnya. Semua media komunikasi diarahkan untuk ditujukan pada orang per orang. Peranan media massa lantas berubah menjadi penyampai pesan umum. Sedang yang pesan spesifik dilakukan lewat CRM.
Promosi pun bisa dirancang menurut perilaku pembelian seseorang yang sudah tercatat selama ini. Perilaku konsumen masa depan diprediksi berdasarkan perilakunya di masa lalu. Karena itu, tawaran pada pelanggan lantas berbeda-beda pula. Pelanggan pun diberi kebebasan untuk meng-customise produk yang diharapkan.
Don Peppers dan Martha Rogers memperkenalkan konsep seperti ini dalam buku mereka “One to One Marketing”. Kemenangan akan ada pada pemasar yang bisa melakukan customisation terhadap komunikasi dan penawaran pada tiap-tiap pelanggan.
Nah, ketika internet melahirkan media sosial, masalah perilaku konsumen ini jadi semakin kompleks. Pelanggan sekarang berada di berbagai komunitas sosial di mana mind dan heart-nya bukan hanya terpengaruh oleh media massa dan CRM. Tapi, lebih banyak terpengaruh oleh interaksi antara pelanggan bersama orang-orang lain yang ada di komunitas.
Lebih susah lagi, karena mereka sekarang berinteraksi bukan hanya di on-line tapi juga makin intensif di off-line. Mereka sekarang lebih percaya pada teman-teman nya daripada pada pemasar. Pengetahuan mereka pun makin banyak walaupun semakin simpang-siur.
Pada saat seperti itu, tugas pemasar adalah menjadi teman sejati dari pelanggannya. Inilah pergeseran dari mind ke heart akhirnya ke spirit. Bukan masalah menguasai benak atau mengambil hati, tapi sudah sampai pada mendapatkan kepercayaan lahir-batin.
Dengan demikian, semakin jelas bahwa Konsep Marketing berdasarkan buku-teks tradisional sudah semakin susah dipakai.
Bagaimana pendapat Anda?
Sumber : the-marketeers
No comments:
Post a Comment